Wednesday, March 30, 2016

WACANA YANG TAK MUDAH TERLAKSANA

WACANA YANG TAK MUDAH TERLAKSANA
Oleh: M. Andhis Abdillah S.Pd.

Manusia berhak untuk berencana namun hakekat Allah yang memastikan itu terjadi. Hanya saja ketetapan Allah (Takdir Mubrob) dapat dirubah dengan ikhtiar.  Allah SWT berfirman
إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ * سورة الرعد 
Artinya : … Sesungguhnya allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sampai mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri … ( QS. Ar-Ra’du 11 )


Tentunya ketika semangat sedang menggelora untuk menggapai apa yang kita inginkan. Pasti usaha kita maksimal, hanya saja Allah yang memutuskan itu akan kita capai atau tidak . Janganlah keluh kesah apalagi GALAU  tingkat tinggi  (lupa daratan dan lautan). Allah akan memberikan yang terbaik' mungkin apa yang kita inginkan itu menurut Allah TIDAK COCOK! sehinga Allah memberikan yang COCOK dan BERKAH bagi kita. Cara Allah mengijabah doa dan ikhtiar ada 3 cara:
    1.       Allah langsung memberikan apa yang kita inginkan
    2.         Allah menggantikan apa yang kita inginkan dengan yang lain
3.         Allah akan berikan kelak di akhirat yang kekal dan abadi
Wacana manusia begitu banyak, hanya saja ikhtiar dan doa seringkali manusia   tak upayakan secara maksimal. Karena masih diliputi oleh rasa malas dan keputusasaan. Sekalipun gagal, semangat hidup harus ada tersimpan pada diri kita. Melalui kegagalan wacana yang tak terlaksana inilah, kita akan mendapatkan pelajaran yang luar biasa. Step By Step Insyaallah kita akan bisa melaluinya. Rosulullah Nabi Muhammad Saw cmemberikan doanya kepada umatnya gara tetap semangat dan tak malas.
اللَّـــهُمَّ اِنِّى اَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْحَـمِّ وَالْحَزَنِ وَاَعُوْذُبِكَ مِنَ الْعَجْـِز وَاْلكَسَلِ   
 وَاَعُوْذُبِكَ مِنَ الْجُـبْنِ وَالْبُخْـلِ وَاَعُوْذُبِكَ مِنْ غَلَبَتِ الدَّيْنِ وَقَـهْرِ الرِّجَالِ

 Allohumma innii a’uudzubika minal hammi wal hazani wa a’uudzubika minal ’ajzi walkasali, wa a’uudzubika minal jubni wa bukhli, wa a’uudzubika min gholabatid-daini wa qohrirrijaal. 


Semoga Allah SWT memebrikan yang terbaik bagi kita semua.. AMIN!!! Istajib Du’ana

SHALAT DAN TELAT

SHALAT DAN TELAT
Oleh: M. Andhis Abdillah S. Pd.

Shalat adalah tiangnya agama Islam, sudah barang tentu itu menjadi kunci kesempurnaan seorang hamba Allah. Banyak sekali ayat Al-Qur’an dan hadist yang menjelaskan tentang shalat yang meliputi  perintah,keutamaan, larangan,syarat,rukun,pembatalan, dan waktunya shalat. Hal ini,  sangatlah terperinci dengan jelas  karena ini adalah amalan  yang akan dihisab pertama oleh Allah SWT.
Tanpa disadari ataupun disadari  banyak sekali orang yang TELAT  dalam melaksanakan dalam shalat contohnya:
     1. Telat Shalat karena sibuk pekerjaan/bermain       tetapi  mengerjakan shalat akhir waktu
     2.      Telat sholat karena udzhur (Tidur/Lupa) tetapi       mengerjakan shalat akhir waktu


v  Telat Shalat karena sibuk pekerjaan tetapi  mengerjakan shalat akhir waktu

Rosul menjelaskan “ Shalat Itu Lebih Baik Awal Waktu”  Hanya saja zaman sekarang banyak sekali kaum muslim yang lupa bahkan sengaja, meninggalkan keutamaan shalat di awal waktu.
Ketika terdengar adzan hanya sebatas mendengarkan tanpa menjawab dan melaksanakan panggilan shalat. Hal ini karena terkalahkan oleh kebutuhan DUNIA.
Sika p orang mu’min itu  tidak mengenyampingkan Shalat di atas   kebutuhan dunia . Shalat Nomor Pertama.
Alhamdulillah mendapatkan ilmu dari Syaihuna Al-Mukarom KH. Mumu Abdul Mukti   Pimpinan Pondok Pesantren Al-Barokah  berpesan: (Rabu, 30/Maret/2016 )
                      “  SHALAT TEH KUDU DITUNGGUAN LAIN DITINGGALKEUN”
Artinya: Shalat itu harus kita tunggu bukan kita tinggalkan
Beliau berpesan tungguilah shalat dan sambut dengan persiapan dengan cara berwudhu,Itikaf tadarus Al-Qur'an , murojaah,dll . Janganlah meninggalkan shalat. Mari kita sambut shalat, tidak hanya setelah mendengar adzan kemudia bergegas wudhu. Tetapi kita sambut shalat sebelum adzan dengan berbagai  persiapan dengan cara berwudhu,Itikaf tadarus Al-Qur'an , murojaah,dll.  Telat shalat tetapi  mengerjakan shalat akhir waktu ini adlah amalan yang kuarang baik namun mendapatkan predikat baik daripada tidak shalat.

v  Telat sholat karena udzhur (Tidur/Lupa) tetapi  mengerjakan shalat akhir waktu
Udzhur shalat ketiduran karena tidak ada yang membangunkan itu di perbolehkan, yang tidak diperbolehkan adalah ketika ada orang yang mengingatkan tetapi tidak di respon bahkan sengaja melupakan. Begitupun sama lupa karena tidak disengaja dan pada saat itu teringat  ketika akhir waktu shalat maka diperbolehkan, sebagai penggantinya adalah qodo.
Sebagai masukan cobalah  membuat alrm shalat menggunakan HP/Bel Jam sehingga waktu shalat selalu diingatkan.
Semoga Kita Termasuk Orang Mukmin Yang TEPAT SHALAT TIDAK TELAT SHALAT


Insyallah Allah dilanjut pembahasan TINGGAL SHALAT  SUSAH SEKARAT

Tuesday, March 29, 2016

KEBERKAHAN BERKUMPUL DENGAN ULAMA

KEBERKAHAN BERKUMPUL DENGAN ULAMA

Oleh: M. Andhis Abdillah S.Pd.

Alhamdulillah bisa berkumpul dengan para ulama, kyai, ustad dan para pencita ilmu. Hal ini merupakan perjalanan menggapai keberkahan dunia. Bersilaturahmi dengan para ulama merupakan aktivitas yang luar biasa karena berkumpulnya dengan ulama/orang yang sholeh akan mengantarkan diri kita untuk   mempunyai  keingingan atau motivasi menjadi ulama.  
Berawal dari tekad yang kuat , niat karena Allah ingin dekat dengan para ulama. Insyaallah diiringi dengan ikhtiar dan doa akan di ijabah oleh Allah apa yang dihajatkan. Salah satunya adalah ketika mengikuti MTQ Nasional  tingkat Mahasiswa di Makasar saya bisa bersama Prof. Dr. KH. Said Aqil Siroj, M.A. atau sering dikenal Said Aqil Siroj. Dilihat dari keilmuannya   Prof. Dr. KH. Said Aqil Siroj, M.A sangat luar biasa beliu lahir   di Pondok Pesantren tentuanya ilmu agamanya tidak diragukan lagi beliau menjabat sebagai Ketua Umum PBNU untuk periode kedua (2015-2020) dan pernah menjadi Menteri Agama pada Kabinet Gotong Royong (2001-2004).  Adapun  yang sudah dibuatnya adalah:

·         I’jaz al-Qur'an dan Metodologi Tafsir, Penerbit Dina Utama Semarang (Dimas) Toha Putra Group tahun 1993
·         Ushul Fiqh, Sejarah dan Suatu Pengantar (proses cetak)
·         Ilmu Takhrij Hadis, Sejarah dan Suatu Pengantar (proses cetak)
·         Perkembargan Hukum Islam Mazhab Syafi'i, Studi Perbandingan Qaul, Qadim dan Qaul Jadid. Penelitian Individual IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
·         Dimensi-Dimensi Kehidupan dalam Perspektif Islam, diterbitkan oleh Universitas Islam Malang (UNISMA), 2001
·         Transfusi Darah ditinjau dari Hukum Islam. Paper Sarjana Muda Fakultas Syari'ah IAIN Raden Fatah Palembang
·         Naqlu al-Dam wa Atsaruhu fi al-Syari'ah al-Islamiyah (Judul Skripsi) Fakultas Syari'ah IAIN Raden Fatah Palembang, 1971 (Sumber: id.wikipedia.org)

Dengan bertemunya dengan beliau mudah-mudahan menjadi berkah. Tergesit dalam hati, ketika bertemu dengannya adalah berdoa agar bisa seperti beliau. Mempunyai ilmu yang berlian serta mengamalkannya. Istajib Du’ana Amin.....
 Alhamdulillah atas izin Allah saya bisa  berkumpul kembali dengan para Ulama kembali ketika MTQ Provinsi Jawa Barat awal dari kepercayaan dari Pemkot Cimahi dikirimkanlah delegasi dari berbagai cabang lomba, termasuk saya sebagai peserta M2IK terkait karya tulis ilmiah Al-Qur'an, Dari sini saya bisa berkumpul dengan para Qari,Tahfid, Mufasir dan Para Dai (Syarhil Qur'an). Tergesit dalam hati ingin seperti orang lain yang mempunyai keahlian dibidang Al-Qur'an (Tilawah,Qiroatus Sab'ah, Syarhil Qur'an, Khat Qur'an dll) hanya saja keahlian yang belum sampai pada tingkatnya/maqomnya. Tetapi diringi dengan niat, ikhtiar dan doa . Insyallah akan tercapai baik itu oleh saya sendiri ataupun oleh keluarga (anak, cucu,cicit dll.)
Hal yang harus dilakukan ketika berkumpul dengan para ulama adalah:
 1. Berdoalah dalam hati semoga Allah menjadikan diri kita seperti beliau
 2. Mintalah doa padanya agar mempunyai ilmu yang berkah
 3. Doakanlah semoga beliau panjang umurnya dan berkah selalu

INVESTASI ILMU DI DUNIA (Cahaya Keberkahan Dunia dan Akhirat)

INVESTASI ILMU DI DUNIA
(Cahaya Keberkahan Dunia dan Akhirat)
Oleh M. Andhis Abdillah S.Pd

Terasa berkah hidup di dunia ini , ketika berbagi ilmu dengan hamba Allah yang membutuhkan. Inikah ilmu yang bermanfaat.Teringat ketika mondok di pesantren Sering kali disampaikan oleh Syaihuna Almukarom KH. Mumu Abdul Mukti Pimpinan Pondok Pesantren Al-Barokah Bandung. Berpesan kepada seluruh Santrinya:
“ Elmu Numanfaat Nyaeta Boga Elmu (Sok sanajan Saeutik) Bisa diamalkeun
Sarta Diurukeun sanajan teu loba anu diurukanana”
“ Tong! Ninggali Lobana Santri , Sok Sanajan Saurang eta wurukan sing ikhlas”.

Artinya : “ Ilmu yang bermafaat adalah mempunyai Ilmu (walaupun sedikit) tapi diamalkan
dan diberikan illmunya kepada oranglain walaupun sedikit yang belajarnya."
“Jangan! Melihat banyaknya santri, walupun satu orang bimbinglah dengan ikhlas".
Pesan KH. Mumu Abdul Mukti (Akang Sepuh) diatas, merupakan pondasi para pencinta ilmu termasuk para santri yang masih dalam pembelajaran di pondok ataupun yang sudah mukim/menetap di kampung halamannya. Ketika kita mempunyai ilmu maka cobalah untuk berbagi, karena ilmu adalah amanah dari Allah yang harus dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas ibadah kita kepada Allah baik itu, sifatnya untuk pribadi bahkan lebih baiknya lagi bagi orang lain. Jika ilmu kita diberikan kepada orang lain, maka ilmu itu akan menjadi cahaya keberkahan.
Janganlah memandang banyak atau sedikitnya santri/siswa yang dibimbing tetapi lihatlah semangat belajarnya. Tidak menutup kemungkinan itulah santri/siswa pilihan yang kelak mengamalkan ilmu yang sudah di berikan. Dan kemungkinan santri/siswa itulah yang akan menjadi Kyai/Ustad. Inilah ilmu yang tidak akan putus amalannya sampai meninggal. Ilmu yang diberikan merupakan Investasi Kita selama di dunia yang menjadi ladang amal kita kelak meninggal nanti. 
Bayangkan ketika seorang Kyai/Ustad yang sudah meninggal mendapatkan cahaya keberkhan ilmu di alam kubur/akhirat, karena ilmunya yang diamalkan oleh santrinya. Maka amalan santri itu menjadi ladang amal ibadah bagi sang kyai/Ustad juga. Wahai pencinta ilmu amalkanlah ilmu dan berbagi lah kepada sesama hamba Allah. Berbagi ilmu tidaklah akan berkurang keilmuan kita , tetapi sebaliknya Insya ALllah ilmu kita akan bertambah. Segeralah berinvestasi dengan ilmu, selagi kita di berikan kesempatan untuk hidup di dunia oleh Allah SWT.

Monday, March 28, 2016

KONSEP ’Abd (Perspektif Al-Qur’an)


KONSEP  ’Abd
(Perspektif Al-Qur’an)

Oleh : M. Andhis Abdillah S.Pd.

Dalam kaitan ini ’Abd mempunyai arti positif, yaitu seorang yang tunduk, taat, dan patuh kepada Tuhannya. Sedangkan ’Abd dalam kehidupan masyarakat yang mengenal perbudakan mempunyai arti negatif, karena hilangnya kemerdekaan bagi seorang dan adanya penindasan terhadap manusia taat dan patuh kepada penciptanya. Oleh karena itu,  kata ’Abd untuk menyebut nabi-nabi, antara lain:
1) Nabi Nūh a.s.. Sesuai dengan firman Allāh SWT:
Artinya:
“(yaitu) anak cucu dari orang-orang yang kami bawa bersama-sama Nuh. Sesungguhnya dia adalah hamba (Allāh) yang banyak bersyukur”(Q.S. Al-Isrā` [17] :3).

1)      Nabi Sulaīmān a.s.Sesuai dengan firman Allāh SWT:
     Artinya:
“ Dan kami karuniakan kepada Daud, Sulaiman, dia adalah sebaik- baik hamba. Sesungguhnya dia amat taat (kepada Tuhannya)” (Q.S. Șād [38]:30).

2)      Nabi Ayyūb a.s..Sesuai dengan firman Allāh SWT:

Artinya:

“Dan ingatlah akan hamba kami Ayyub ketika ia menyeru Tuhan-nya: "Sesungguhnya Aku diganggu syaițān dengan kepayahan dan siksaan’’ (Q.S. Șād [38]:41).

3)       Nabi Isa a.s.. Sesuai dengan firman Allāh SWT:
Artinya:
 “Isa tidak lain hanyalah seorang hamba yang kami berikan kepadanya nikmat (kenabian) dan kami jadikan dia sebagai tanda bukti (kekuasaan Allāh) untuk Bani lsrail’’ (Q.S. Al-Zukhruf [43] :59).

5) Nabi Muhammad s.a.w.. Sesuai dengan firman Allāh SWT:
Artinya:
“ Dan bahwasanya tatkala hamba Allāh (Muhammad) berdiri menyembah-Nya (mengerjakan ibadat), hampir saja jin-jin itu desak mendesak mengerumuninya‘’ (Q.S. Al-Jinn [72] :19).

Kata ‘Ibād digunakan untuk menyebut hamba sahaya. Sesuai dengan firman Allāh SWT:
Artinya:
“ Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika mereka miskin Allāh akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allāh Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui (Q.S. Al-Nūr [24]: 32).

Disamping itu, digunakan untuk menyebut Nabi-nabi Allāh. Sesuai dengan firman Allāh SWT:
Artinya:
“  Dan ingatlah hamba-hamba Kami: Ibrahim, Ishaq dan Ya'qub yang mempunyai perbuatan-perbuatan yang besar dan ilmu-ilmu yang Tinggi” (Q.S. Șād [38] :45).

                Kata ‘Ibād digunakan untuk menyebutkan semua manusia. Sesuai dengan firman Allāh SWT:
Artinya:

“  Sesungguhnya Tuhanmu melapangkan rezki kepada siapa yang dia kehendaki dan menyempitkannya; Sesungguhnya dia Maha mengetahui lagi Maha melihat akan hamba-hamba-Nya” (Q.S. Al-Isrā [17]:30).

DIMENSI MANUSIA

DIMENSI  MANUSIA




 Dimensi Kemanusiaan (Prayitno, 2009: 13-16).


Seseorang (individu manusia) yang sejak kelahirannya dibekali dengan hakekat manusia itu, untuk pengem­bangan diri dan kehidupan selanjutnya, ia dilengkapi dengan dimensi-­dimensi kemanusiaan. Dimensi-dirnensi itu, yaitu: (1) Dimensi kefitraḥan, (2) Dimensi keindividualan; (3) Dimensi kesosialan; (4) Dimensi kesusilaan dan (5) Dimensi keberagamaan (Prayitno, 2009: 13-15).
Secara grafis dirnensi-dimensi tersebut, dapat digambarkan de­ngan diagram berikut:
Kelima dimensi kernanusiaan saling terkait. Dimensi kefitraḥan menduduki posisi sentral yang mendasari keempat dimensi lainnya. Dimensi keindividualan, kesusilaan dan kesosialan saling terkait antara ketiganya, dan ketiganya, itu terkait dengan dimensi kefitraḥan dan keberagamaan. Sedangkan dimensi keberagamaan merupakan bingkai dan sekaligus wajah dari keseluruhan aktualisasi kehidupan individu dengan kelima dimensinya itu (Prayitno, 2009: 16).
Sesuai dengan tujuan penciptaan manusia, yaitu kehidupan dunia akhirat yang membahagiakan, isi kandungan kelima dimensi kemanusiaan secara hakiki mendukung kehidupan yang membahagiakan itu (Prayitno, 2009: 16). Kata kunci kandungan masing-masing dimensi kemanusiaan adalah sebagai berikut:

1) Dimensi Kefitraḥan

Kata kunci yang menjadi isi dimensi kefitraḥan adalah kebenaran dan keluhuran. Dengan dua kata kunci ini dapat dimaknai bahwa individu manusia itu pada dasarnya bersih diri mengarahkan kepada hal-hal yang benar dan luhur, serta menolak hal-hal yang salah, tidak berguna dan remeh, serta tidak terpuji. Kandungan dimensi kefitraḥan ini dapat dibandingkan dengan makna teori tabula rasa (John Locke) (Prayitno, 2009: 16).
Teori tabula rasa menyatakan bahwa individu ketika dilahirkan ibarat kertas bersih dan belum bertuliskan apapun. Dalam hal itu, menjadi juga ciri kefitraḥan individ. Indvidu dilahirkan dalam keadaan bersih sama halnya dengan teori tubularasa. Dengan kefitraḥannya itu, individu memang pada dasarnya, sejak dilahirkan dalam keadaan bersih. Namun, kondisi belum bertuliskan apapun sebagaimana dinyatakan dengan teori tabularasa, tidaklah menjadi ciri dimensi kefitraḥan yang dimaksudkan itu. Di dalam dimensi kefitraḥan telah tertuliskan kaidah-kaidah kebenaran dan keluhuran yang justru menjadi ciri kandungan utama dimensi ini. Jadi dengan demikian dimensi kefitraḥan tidak sama dengan tabula rasa menurut John Locke. (Prayitno, 2009: 17).

2)Dimensi Keindividualan   
Kata kunci yang terkandung di dalam dimensi keindividualan adalah potensi dan perbedaan. Di sini dimaksudkan bahwa setiap individu pada dasarnya memiliki potensi, baik potensi fisik maupun mental-psikologis, seperti kemampuan intelegensi, bakat dan kemampuan pribadi lainnya. Potensi ini dapat berbeda-beda antara individu. Ada individu yang berpotensi sangat tinggi, tinggi, sedang, kurang dan kurang sekali. Kenyataan keilmuan yang menampilkan isi dimensi keindividualan ini adalah apa yang sering digolongkan ke dafam kaidah-kaidah perbedaan individu (individual differences) dan penampilan statistik berupa kurva (baik kurva normal ataupun kurva tidak normal) (Prayitno, 2009: 17).
 3)  Dimensi Kesosialan
Kata kunci kandungan dimensi kesosialan adalah komunikasi dan kebersamaan dengan bahasa verbal maupun non-verbal, lisan maupun tulisan. Individu menjalin komunikasi atau hubungan dengan individu lain. Di samping itu, individu juga menggalang kebersamaan dengan individu lain dalam berbagai bentuk, seperti persahabatan, keluarga, kumpulan dan organisasi (non formal dan formal). Ilmu-ilmu seperti Sosiologi, Psikologi Sosial, Politik, Teknologi Komunikasi, Manajemen mendasarkan kajiannya pada kemampuan manusia dalam berkomunikasi dan menggalang kebersamaan (Prayitno, 2009: 17-18).
4) Dimensi Kesusilaan
Kata kunci kandungan dimensi kesusilaan adalah nilai dan moral. Dalam dimensi ini, kemampuan dasar setiap individu untuk memberikan harga atau penghargaan terhadap sesuatu, dalam rentang penilaian tertentu. Sesuatu dapat dinilai sangat tingginya dengan diberi label baik, sedang dengan label cukup), atau rendah dengan label karang. Rentang penilaian itu dapat dipersempit, dapat pula diperlebar. Misalnya rentang baik-cukup-kurang dapat diperlebar menjadi baik sekali-baik-cukup-kurang-kurang sekali. Penilaian itu dapat menggunakan angka-angka mengacu pada ukuran kuantitatif dalam bentuk angka, dapat pula menggunakan ukuran kualitatif dalam bentuk pernyataan verbal (Prayitno, 2009: 18).
5) Dimensi Keberagamaan
Kata kunci kandungan dimensi keberagamaan adalah iman dan takwa. Dalam dimensi ini, terkandung pemahaman bahwa setiap individu pada dasarnya memiliki kecenderungan dan kemampuan untuk mempercayai adanya Sang Maha Pencipta dan Maha Kuasa serta mematuhi segenap aturan dan perintah-Nya. Keimanan dan  ketentraman ini, dibahas dalam agama yang dianut oleh individu. Kitab suci agama serta Tafsīr yang mengiringinya rnemuat kaidah-kaidah keimanan dan ketaqwaan tersebut. Kajian tentang agama-agama di dunia menambah wawasan berkaitan dengan dipakai dan dipraktikkannya dimensi keberagamaan di dalam kehidupan manusia (Prayitno, 2009: 18-19).

1.        Kedudukan Manusia sebagai Khalīfah dan Abd


Manusia dibanding makhluk lain mempunyai kelebihan, kemampuan untuk bergerak dalam segala ruang, baik darat, laut maupun udara. Sedangkan binatang mampu bergerak diruang terbatas, ini semua karunia Allāh, berupa akal dan hati nurani, sehingga manusia dapat memahami ilmu yang diturunkan Allāh. Dengan ilmu itu, manusia mampu berbudaya. Allāh menciptakan manusia dalam keadaan ciptaan sempurna. Mempunyai martabat mulia, jika mereka tetap hidup dengan ilmu dan ajaran Allāh. Tapi jika manusia meninggalkan ajaran Allāh, yaitu tidak beriman dan amal saleh (takwa), manusia pun tidak bermartabat lagi (Wahyudin, 2009:44).
Ibadah manusia kepada Allāh lebih mencerminkan kebutuhan manusia terhadap terwujudnya sebuah kehidupan dengan tatanan yang baik dan benar. Oleh karena itu, ibadah harus dilakukan secara suka rela, karena Allāh tidak membutuhkan sedikitpun dan manusia termasuk ritual-ritual ibadahnya. melainkan seluruh makhluk termasuk manusia yang selalu membutuhkan rahmat dan karunia Allāh (Wahyudin, 2009:46).

Esensi kata ’Abd adalah ketaatan dan ketundukan. Ketaatan dan ketundukan yang terwujud dari sikap penghambaan diri, ini merupakan konsekwensi dari manusia sebagai hamba Allāh. Maka, manusia harus menghambakan dirinya hanya kepada Allāh dan dilarang menghambakan diri kepada yang selain Allāh. Ada tanggung jawab yang dipikul manusia sebagai hamba Allāh, yaitu memelihara iman dan takwa, karena ketaatan dan ketundukan itu ada jika ada iman dalam hati. Iman baru dipelihara karena iman itu bersifat fluktuatif, dan takwa juga harus dipelihara karena takwa merupakan aplikasi dari iman (Wahyudin, 2009:47).

HAKEKAT MANUSIA

HAKEKAT MANUSIA



Hakekat berasal dari kata bahasa Arab al-ḥaqīqāt yang berarti kebenaran. Hakekat manusia mengacu kepada kecenderungan tertentu memahami manusia. Hakekat mengandung makna sesuatu yang tetap, tidak berubah-rubah, yaitu identitas esensial yang menyebabkan sesuatu menjadi dirinya sendiri dan membedakannya dari yang lainnya  (Nasution, 1988: 490).
Hakekat manusia pada dasarnya membicarakan pokok soal yang bersifat radikal, yaitu berusaha menemukan akar pengertian tentang manusia yang mungkin saja, melewati batas-batas pengertian yang hanya menekankan pada salah satu aspek kehidupannya, seperti yang terdapat dalam kajian berbagai disiplin ilmu, umpamanya antropology, sosiologi dan psikologi. Hakekat manusia adalah sesuatu yang amat vital yang menentukan kehidupannya ditengah kancah perubahan masyarakat. Al-Qur`ān menegaskan bahwa yang dilihat pada manusia tidak lain,  hanyalah amal perbuatannya atau pekerjaannya. Firman Allāh SWT menegaskan:
Artinya:
           “Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, Maka Allāh dan rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allāh) yang mengetahuxi akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang Telah kamu kerjakan” (Q.S. At-Taūbah [9]:105).

Ayat di atas, secara tegas menegaskan bahwa apa yang dikerjakan manusia adalah yang menentukan eksistensinya, baik dihadapan Tuhan, Rosul-Nya, maupun bagi orang-orang yang beriman. Pekerjaan atau tindakan manusia merupakan perwujudan sepenuhnya dari dirinya mewakili citra dirinya dan menjadi ukuran untuk menilai dirinya. Selanjutnya Allāh SWT berfirman :
Artinya:
“(39) Katakanlah: "Hai kaumku, Bekerjalah sesuai dengan keadaanmu, Sesungguhnya Aku akan bekerja (pula), Maka kelak kamu akan mengetahui; (40) Siapa yang akan mendapat siksa yang menghinakannya dan lagi ditimpa oleh azab yang kekal". (Q.S. Al-Zumar [39] :39-40)

Pandangan yang lebih menyeluruh seharusnya merupakan hasil pemikiran yang tidak hanya berkisar pada kajian tentang manusia dalarn kaitannya dengan diri sendiri dan lingkungan dunia yang masih terbatas, melainkan menjangkau hakekat manusia secara menyeluruh dan utuh. Pandangan yang menyeluruh dan utuh ini hendaknya mampu menjelas­kan secara penuh harkat dan martabat manusia (Prayitni, 2009:13).
Dari dokumen yang pernah dikumpulkan manusia yang mencerminkan kebutuhan-kebutuhan, kemampuan berpikir dan merasanya, kehidupan dan budayanya, kemampuan untuk rnerambah dan mengua­sai lingkungannya serta menjangkau daerah-daerah yang semakin luas, serta kemampuan spiritual sampai keimanan dan ketakwaannya kepada Tuhan Yang Maha Esa, dapat ditarik kesimpulan tentang hakekat manusia yang di dalamnya terkandung harkat dan martabat manusia, yaitu:
1)      makhluk yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
2)      makhluk yang paling indah dan sempurna dalam penciptaan dan pencitraannya
3)      makhluk yang paling tinggi derajatnya
4)      Khalīfah  di muka bumi
5)   pemilik hak-hak asasi manusia(Prayitno, 2009: 14).


Hakekat manusia adalah amalnya, karya, dan dalam karya terjelma nilai-nilai kemanusiaannya. Manusia menampakan dirinya secara nyata dalam karya dalam wujud kebudayaan. Kebudayaan sebagai penjelmaan kesatuasn eksistensi diri manusia sebagai hamba Allāh adalah karya nyata dari manusia sebagai wakil Tuhan di muka bumi dalam karyanya, totalitas diri (Jasad, ḥayat dan Rūḥ). Manusia meyatu secara nyata dan dinamis melalui karyanya kualitas kemanusiaan akan dilihat oleh Allāh dan Utusannya serta orang-orang yang beriman hanya melalui melalui karyanya yang baik, diri manusia akan dapat menemui Tuhannya  (Asy’arī, 1992:91).