Monday, March 28, 2016

POTRET MASALAH ERA GLOBALISASI

POTRET MASALAH ERA GLOBALISASI
(Perspektif Al-Qur’an)


Pada era globalisasi ini, menghadirkan berbagai tuntutan dan perubahan dalam segala pola dan perilaku kehidupan. Dampak tersebut menimbulkan krisis sosial yang harus siap dihadapi. Menurut Cahyani (2010: 224) bahwa, “Globalisasi berakibat pada turunnya rasa kepedulian masyarakat dalam berinteraksi. Kenyataan, menunjukkan hilangnya jati diri individu-individu manusia Indonesia yang berakibat luntur dan rusaknya karakter bangsa”. Masalah yang dihadapai saat ini, menurut Sauri (2010: 13) bahwa:
“Merebaknya KKN, kasus narkoba di kalangan pelajar dan mahasiswa, kasus kekerasan, geng motor, pornografi, tawuran, peristiwa perampokan yang dapat menimbulkan kekhawatiran mengancam eksistensi bangsa Indonesia yang telah pudar dan menghilangnya karakter bangsa.

Badan Pusat Statistik (BPS) mengemukakan permasalahan-permasalahan tindak pidana yang terjadi di Indonesia setiap tahunnya berdasarkan hasil pengamatan, sebagai berikut ini:


Gambar 1.1. Tindak Pidana di Indonesia
Sumber: MABESPOLRI di http://www.bps.go.id

Kondisi seperti itu, tidak sesuai dengan tujuan penciptaan manusia yakni penyembahan kepada Allāh SWT. Penyembahan berarti ketundukan manusia kepada ajaran Allāh dalam menjalankan kehidupan di muka bumi, baik yang menyangkut hubungan vertikal (manusia dengan Allāh), maupun horizontal (manusia dengan manusia dan alam semesta). Dalam hal ini, pendidikan mempunyai arti penting untuk merespon ancaman dan tantangan tersebut, sehingga diharapkan menjadi motivator, dinamisator, dan filter untuk peningkatan kualitas hidup dan karakter anak bangsa di masa kini dan masa depan. Hal ini, sesuai dengan tujuan pendidikan nasional dalam UU No. 20 tahun 2003 bab II pasal 3 yang isinya:
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI,  2007 [a] :243).

Nilai-nilai pendidikan yang harus ditanamkan pada anak bangsa adalah bersumber dari Al-Qur`ān.  Allāh SWT menciptakan manusia dan Dia pula yang mendidik manusia.  Isi pendidikan itu telah termaktub dalam wahyu-Nya. Tidak ada persoalan, termasuk persoalan pendidikan, yang luput dari jangkauan Al-Qur`ān. Menurut Muhammad Faḍil, bahwa:
“Pada hakekatnya Al-Qur`ān merupakan perbendaharaan yang besar untuk kebudayaan manusia, terutama bidang kerohanian. Kedudukan Al-Qur`ān sebagai sumber dan dasar belajar yang paling utama yang dapat mengatasi permasalahan karakter bangsa pada saat ini (Ramayulis, 2010: 123).

Menurut Mujib (2008: 32) bahwa, “Al-Qur`ān dijadikan sebagai sumber pendidikan Islām yang pertama dan  utama karena memiliki nilai mutlak yang diturunkan dari Tuhan. Allāh SWT menciptakan manusia dan Dia pula yang mendidik manusia.
Menurut Asyafah (2010: 32) bahwa, “Bila kita hendak mengarahkan pendidikan, membutuhkan karakter yang kuat pada peserta didik,  model siapa lagi yang memiliki karakter sempurna yakni Nabi Muhammad SAW. Al-Qur`ān adalah akhlak Nabi Muhammad SAW. Salah satu tujuan diturunkan Al-Qur`ān adalah  membina umat manusia, hingga manusia mampu menjalankan ajaran agama yang kekal ini kepada manusia secara keseluruhan. Juga membina manusia untuk mampu menjadi khalīfah atau pemimpin dimuka bumi ini. Al-Qur`ān membinanya dengan mental dan jiwanya, fisik dan akalnya, akhlak  dan prilakunya hingga manusia mampu mencapai derajat yang tinggi dan mencapai sisi kemanusiaannya. Pada akhirnya, manusia mampu mencapai posisi insān kamil atau manusia yang sempurna, sebagaimana yang diharapkan Al-Qur`ān (Jazuli,  2006:510). Sebagaimana firman Allāh SWT:
!$tBur $uZø9tRr& y7øn=tã |=»tGÅ3ø9$# žwÎ) tûÎiüt7çFÏ9 ÞOçlm; Ï%©!$# (#qàÿn=tG÷z$# ÏmŠÏù   Yèdur ZpuH÷quur 5Qöqs)Ïj9 šcqãZÏB÷sムÇÏÍÈ
Artinya:
“Dan Kami tidak menurunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Qur`ān) ini, melainkan agar kamu dapat menjelaskan kepada mereka apa yang mereka perselisihkan itu dan menjadi petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman” (Q.S. An-Naḥl [16]: 64).[1]

Serta firman Allāh dalam Q.S. Șād [38] ayat  29:
ë=»tGÏ. çm»oYø9tRr& y7øs9Î) Ô8t»t6ãB (#ÿr㍭/£uÏj9 ¾ÏmÏG»tƒ#uä t©.xtFuŠÏ9ur (#qä9'ré& É=»t6ø9F{$# ÇËÒÈ
Artinya:
“Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatNya dan supaya mendapat pelajaran bagi orang-orang yang berpikir (Q.S. Șād [38]:29).

Dari dua ayat di atas, memberikan isyarat bahwa pendidikan Islām cukup digali dari sumber autentik Islām, yaitu Al-Qur`ān. Nilai esensi Al-Qur`ān selamanya abadi dan selalu relevan pada setiap waktu dan zaman, tanpa ada perubahan sama sekali. Al-Qur'ān  mempunyai pengaruh yang mengagumkan bagi hati manusia dan diakui oleh semua orang yang mendengarkannya dan sebagai  media ampuh untuk mengubah pikiran menjadi  positif (Pedak, 2009:42- 43).
Bahasa Al-Qur`ān adalah suci, sebab Tuhan telah memilih untuk menggunakannya sebagai alat komunikasi dan Tuhan selalu menyampaikan  petunjuk-Nya dalam bahasa yang mengepresikan kebenaran dalam bentuk yang paling konkret (Chirzin,tt: 14 ). Sesungguhnya Al-Qur`ān telah menyeru dan mengarahkan manusia untuk bisa memahami tujuan hidupnya yaitu ibadah kepada Allāh SWT.    
Manusia merupakan subjek pendidikan dan sebagai objek pendidikan, karena itu manusia memiliki sikap untuk dididik dan siap untuk mendidik. Namun demikian, berhasil tidaknya usaha tersebut banyak tergantung pada jelas tidaknya tujuan (Jalaludin, 2010:135).
Pengembangan berbagai potensi manusia (fițraḥ) dapat dilakukan dengan kegiatan belajar, yaitu melalui berbagai institusi. Belajar yang dimaksud tidak terfokus melalui pendidikan di sekolah saja, tetapi juga dapat dilakukan di luar sekolah, baik dalam keluarga, masyarakat, maupun lewat institusi sosial keagamaan yang ada. Menurut pendapat ahli sosiologi, secara institusi-institusi sosial itu dapat dikelompokkan menjadi delapan macam, yaitu ke­luarga, keagamaan, pengetahuan, ekonomi, politik, kebudayaan, keolahragaan, dan media masa (Mujib, 2008:58).
Tujuan pendidikan, baik itu pada isinya ataupun rumusan­nya, tidak mungkin dapat kita tetapkan tanpa pengertian dan pengetahuan yang tepat tentang nilai-nilai. Membahas tentang nilai-nilai pendidikan, tentu akan lebih jelas kalau dilihat melalui rumusan dan uraian tentang tujuan pendidikan yang tersimpul dalam nilai-nilai pendidikan yang hendak diwujudkan di dalam pribadi anak didik (Jalaludin, 2010:140).
Pendidikan Islām merupakan pendidikan yang harus dilakukan secara sadar untuk mencapai tujuan  yang jelas melalui syariat Islām. Pendidikan Islām bersifat universal dan hendaknya diarahkan untuk  menyadarkan manusia bahwa diri mereka adalah Hamba Tuhan yang berpungsi menghambakan diri kepada-Nya (Sasono,87 : 1998). Nūr Syam mengemukakan bahwa:
Pendidikan secara praktis tidak dapat dipisahkan dengan nilai-nilai, terutama yang meliputi kualitas kecerdasan, nilai ilmiah, nilai moral, dan nilai agama yang semuanya tersimpul dalam tujuan pendidikan, yakni membina kepribadian ideal (Jalaludin, 2010:140).




1Seluruh teks dan terjemah Al-Qur`ān   dalam skripsi ini dikutip dari Al-Qur`ān   in microsoft word yang telah ditinjau ulang dari Al-Jumānah al-‘Ali Al-Qur`ān dan Terjemahnya. Penerjemah : Tim Penerjemah Musḥaf Al-Qur`ān Departemen Agama RI.(2005). Bandung: Jumānah al-Ali Art (J-ART).

0 comments:

Post a Comment