POTRET MASALAH ERA GLOBALISASI
(Perspektif Al-Qur’an)
Pada era globalisasi ini, menghadirkan berbagai tuntutan
dan perubahan dalam segala pola dan perilaku kehidupan. Dampak tersebut
menimbulkan krisis sosial yang harus siap dihadapi. Menurut Cahyani (2010: 224) bahwa, “Globalisasi berakibat pada turunnya rasa kepedulian masyarakat dalam
berinteraksi. Kenyataan, menunjukkan hilangnya jati diri individu-individu
manusia Indonesia yang berakibat luntur dan rusaknya karakter bangsa”. Masalah yang dihadapai saat ini, menurut Sauri (2010: 13) bahwa:
“Merebaknya KKN, kasus narkoba di kalangan pelajar dan
mahasiswa, kasus kekerasan, geng motor, pornografi, tawuran, peristiwa
perampokan yang dapat menimbulkan kekhawatiran mengancam eksistensi bangsa
Indonesia yang telah pudar dan menghilangnya karakter bangsa.
Badan Pusat Statistik (BPS) mengemukakan permasalahan-permasalahan
tindak pidana yang terjadi di Indonesia setiap tahunnya berdasarkan hasil
pengamatan, sebagai berikut ini:
Gambar 1.1. Tindak Pidana di
Indonesia
Kondisi seperti itu, tidak sesuai dengan tujuan
penciptaan manusia yakni penyembahan kepada Allāh SWT. Penyembahan berarti
ketundukan manusia kepada ajaran Allāh dalam menjalankan kehidupan di muka bumi,
baik yang menyangkut hubungan vertikal (manusia dengan Allāh), maupun
horizontal (manusia dengan manusia dan alam semesta). Dalam hal ini, pendidikan mempunyai arti penting untuk
merespon ancaman dan tantangan tersebut, sehingga diharapkan menjadi motivator, dinamisator, dan
filter untuk peningkatan kualitas hidup dan karakter anak bangsa di masa kini
dan masa depan. Hal ini, sesuai dengan tujuan pendidikan nasional dalam UU No. 20
tahun 2003 bab II pasal 3 yang isinya:
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Tim Pengembang Ilmu
Pendidikan FIP-UPI, 2007 [a] :243).
Nilai-nilai
pendidikan yang harus ditanamkan pada anak bangsa adalah bersumber dari
Al-Qur`ān. Allāh SWT menciptakan manusia dan Dia pula yang
mendidik manusia. Isi pendidikan itu
telah termaktub dalam wahyu-Nya. Tidak ada
persoalan, termasuk persoalan pendidikan, yang luput dari jangkauan Al-Qur`ān. Menurut Muhammad Faḍil, bahwa:
“Pada hakekatnya Al-Qur`ān
merupakan perbendaharaan yang besar untuk kebudayaan manusia, terutama bidang
kerohanian. Kedudukan Al-Qur`ān
sebagai sumber dan dasar belajar yang paling utama yang dapat mengatasi
permasalahan karakter bangsa pada saat ini (Ramayulis, 2010: 123).
Menurut Mujib (2008: 32) bahwa, “Al-Qur`ān dijadikan
sebagai sumber pendidikan Islām yang pertama dan utama karena memiliki nilai mutlak yang
diturunkan dari Tuhan. Allāh SWT menciptakan manusia dan Dia pula yang mendidik
manusia.
Menurut Asyafah (2010: 32) bahwa, “Bila kita hendak mengarahkan pendidikan, membutuhkan
karakter yang kuat pada peserta didik, model siapa lagi
yang memiliki karakter sempurna yakni Nabi Muhammad SAW”. Al-Qur`ān adalah akhlak Nabi Muhammad SAW. Salah satu tujuan
diturunkan Al-Qur`ān adalah membina umat
manusia, hingga manusia mampu menjalankan ajaran agama yang kekal ini kepada
manusia secara keseluruhan. Juga membina manusia untuk mampu menjadi khalīfah
atau pemimpin dimuka bumi ini. Al-Qur`ān membinanya dengan mental dan jiwanya,
fisik dan akalnya, akhlak dan prilakunya
hingga manusia mampu mencapai derajat yang tinggi dan mencapai sisi
kemanusiaannya. Pada akhirnya, manusia mampu mencapai posisi insān kamil atau manusia
yang sempurna, sebagaimana yang diharapkan Al-Qur`ān (Jazuli, 2006:510). Sebagaimana firman Allāh SWT:
!$tBur $uZø9tRr& y7øn=tã |=»tGÅ3ø9$# wÎ) tûÎiüt7çFÏ9 ÞOçlm; Ï%©!$# (#qàÿn=tG÷z$# ÏmÏù Yèdur ZpuH÷quur 5Qöqs)Ïj9 cqãZÏB÷sã ÇÏÍÈ
Artinya:
“Dan Kami tidak menurunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Qur`ān)
ini, melainkan agar kamu dapat menjelaskan kepada mereka apa yang mereka
perselisihkan itu dan menjadi petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman” (Q.S. An-Naḥl [16]: 64).[1]
Serta firman Allāh dalam Q.S. Șād [38] ayat 29:
ë=»tGÏ. çm»oYø9tRr& y7øs9Î) Ô8t»t6ãB (#ÿrã/£uÏj9 ¾ÏmÏG»t#uä t©.xtFuÏ9ur (#qä9'ré& É=»t6ø9F{$# ÇËÒÈ
Artinya:
“Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu
penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatNya dan supaya
mendapat pelajaran bagi orang-orang yang berpikir (Q.S. Șād [38]:29).
Dari dua ayat di atas, memberikan isyarat bahwa
pendidikan Islām cukup digali dari sumber autentik Islām, yaitu Al-Qur`ān. Nilai
esensi Al-Qur`ān selamanya abadi dan selalu relevan pada setiap waktu dan
zaman, tanpa ada perubahan sama sekali. Al-Qur'ān mempunyai pengaruh yang mengagumkan bagi hati
manusia dan diakui oleh semua orang yang mendengarkannya dan sebagai media ampuh untuk mengubah pikiran
menjadi positif (Pedak, 2009:42- 43).
Bahasa Al-Qur`ān adalah
suci, sebab Tuhan telah memilih untuk menggunakannya sebagai alat komunikasi
dan Tuhan selalu menyampaikan
petunjuk-Nya dalam bahasa yang mengepresikan kebenaran dalam bentuk yang
paling konkret (Chirzin,tt: 14 ). Sesungguhnya Al-Qur`ān telah menyeru dan
mengarahkan manusia untuk bisa memahami tujuan hidupnya yaitu ibadah kepada
Allāh SWT.
Manusia
merupakan subjek pendidikan dan sebagai objek pendidikan, karena itu manusia
memiliki sikap untuk dididik dan siap untuk mendidik. Namun demikian, berhasil tidaknya usaha tersebut banyak
tergantung pada jelas tidaknya tujuan (Jalaludin, 2010:135).
Pengembangan
berbagai potensi manusia (fițraḥ) dapat dilakukan dengan kegiatan
belajar, yaitu melalui berbagai institusi. Belajar yang dimaksud tidak terfokus
melalui pendidikan di sekolah saja, tetapi juga dapat dilakukan di luar
sekolah, baik dalam keluarga, masyarakat, maupun lewat institusi sosial
keagamaan yang ada. Menurut pendapat ahli sosiologi, secara institusi-institusi
sosial itu dapat dikelompokkan menjadi delapan macam, yaitu keluarga,
keagamaan, pengetahuan, ekonomi, politik, kebudayaan, keolahragaan, dan media
masa (Mujib, 2008:58).
Tujuan
pendidikan, baik itu pada isinya ataupun rumusannya, tidak mungkin dapat kita
tetapkan tanpa pengertian dan pengetahuan yang tepat tentang nilai-nilai.
Membahas tentang nilai-nilai pendidikan, tentu akan lebih jelas kalau dilihat
melalui rumusan dan uraian tentang tujuan pendidikan yang tersimpul dalam
nilai-nilai pendidikan yang hendak diwujudkan di dalam pribadi anak didik (Jalaludin, 2010:140).
Pendidikan Islām merupakan pendidikan yang harus
dilakukan secara sadar untuk mencapai tujuan
yang jelas melalui syariat Islām. Pendidikan Islām bersifat universal
dan hendaknya diarahkan untuk
menyadarkan manusia bahwa diri mereka adalah Hamba Tuhan yang berpungsi
menghambakan diri kepada-Nya (Sasono,87 : 1998). Nūr Syam mengemukakan bahwa:
Pendidikan secara praktis tidak
dapat dipisahkan dengan nilai-nilai, terutama yang meliputi kualitas
kecerdasan, nilai ilmiah, nilai moral, dan nilai agama yang semuanya tersimpul
dalam tujuan pendidikan, yakni membina kepribadian ideal (Jalaludin, 2010:140).
0 comments:
Post a Comment