DIMENSI MANUSIA
Dimensi Kemanusiaan (Prayitno,
2009: 13-16).
Seseorang (individu manusia) yang
sejak kelahirannya dibekali
dengan hakekat manusia itu, untuk pengembangan
diri dan kehidupan selanjutnya, ia dilengkapi dengan dimensi-dimensi kemanusiaan. Dimensi-dirnensi itu, yaitu: (1) Dimensi kefitraḥan, (2)
Dimensi keindividualan; (3) Dimensi kesosialan; (4) Dimensi kesusilaan dan (5) Dimensi keberagamaan (Prayitno, 2009:
13-15).
Secara grafis dirnensi-dimensi tersebut, dapat digambarkan dengan diagram berikut:
Kelima dimensi kernanusiaan saling terkait. Dimensi
kefitraḥan menduduki posisi sentral yang mendasari keempat dimensi lainnya.
Dimensi keindividualan, kesusilaan dan kesosialan saling terkait antara
ketiganya, dan ketiganya, itu terkait dengan dimensi kefitraḥan dan keberagamaan.
Sedangkan dimensi keberagamaan merupakan bingkai dan sekaligus wajah dari
keseluruhan aktualisasi kehidupan individu dengan kelima dimensinya itu (Prayitno,
2009: 16).
Sesuai dengan tujuan penciptaan
manusia, yaitu kehidupan dunia akhirat yang membahagiakan, isi kandungan kelima
dimensi kemanusiaan secara hakiki mendukung kehidupan yang membahagiakan itu (Prayitno, 2009:
16). Kata
kunci kandungan masing-masing dimensi kemanusiaan adalah sebagai berikut:
1) Dimensi Kefitraḥan
Kata kunci yang menjadi isi dimensi kefitraḥan adalah
kebenaran dan keluhuran. Dengan dua kata kunci ini dapat dimaknai bahwa
individu manusia itu pada dasarnya bersih diri mengarahkan kepada
hal-hal yang benar dan luhur, serta menolak hal-hal yang salah, tidak berguna
dan remeh, serta tidak terpuji. Kandungan dimensi kefitraḥan ini dapat
dibandingkan dengan makna teori tabula rasa (John Locke) (Prayitno, 2009: 16).
Teori tabula rasa menyatakan bahwa individu ketika dilahirkan
ibarat kertas bersih dan belum bertuliskan apapun. Dalam hal itu, menjadi juga ciri
kefitraḥan individ. Indvidu dilahirkan dalam keadaan bersih sama halnya dengan teori tubularasa. Dengan kefitraḥannya itu, individu
memang pada dasarnya, sejak dilahirkan dalam keadaan bersih. Namun, kondisi
belum bertuliskan apapun sebagaimana dinyatakan dengan teori tabularasa,
tidaklah menjadi ciri dimensi kefitraḥan yang dimaksudkan itu. Di dalam dimensi
kefitraḥan telah tertuliskan kaidah-kaidah kebenaran dan keluhuran yang justru
menjadi ciri kandungan utama dimensi ini. Jadi dengan demikian dimensi
kefitraḥan tidak sama dengan tabula rasa menurut John Locke. (Prayitno,
2009: 17).
2)Dimensi Keindividualan
Kata kunci yang terkandung di dalam dimensi keindividualan
adalah potensi dan perbedaan. Di sini dimaksudkan bahwa setiap individu pada
dasarnya memiliki potensi, baik potensi fisik maupun mental-psikologis, seperti
kemampuan intelegensi, bakat dan kemampuan pribadi lainnya. Potensi ini dapat
berbeda-beda antara individu. Ada individu yang berpotensi sangat tinggi,
tinggi, sedang, kurang dan kurang sekali. Kenyataan keilmuan yang menampilkan
isi dimensi keindividualan ini adalah apa yang sering digolongkan ke dafam
kaidah-kaidah perbedaan individu (individual differences) dan penampilan statistik berupa kurva
(baik kurva normal ataupun kurva tidak normal) (Prayitno, 2009:
17).
3)
Dimensi Kesosialan
Kata
kunci kandungan dimensi kesosialan adalah komunikasi dan kebersamaan dengan
bahasa verbal maupun non-verbal, lisan maupun tulisan. Individu menjalin
komunikasi atau hubungan dengan individu lain. Di samping itu, individu juga menggalang
kebersamaan dengan individu lain dalam berbagai bentuk, seperti persahabatan,
keluarga, kumpulan dan organisasi (non formal dan formal). Ilmu-ilmu seperti
Sosiologi, Psikologi Sosial, Politik, Teknologi Komunikasi, Manajemen mendasarkan kajiannya
pada kemampuan manusia dalam berkomunikasi dan menggalang kebersamaan (Prayitno, 2009: 17-18).
4) Dimensi Kesusilaan
Kata kunci kandungan
dimensi kesusilaan adalah nilai dan moral. Dalam dimensi ini, kemampuan dasar setiap
individu untuk memberikan harga atau penghargaan terhadap sesuatu, dalam
rentang penilaian tertentu. Sesuatu dapat dinilai sangat tingginya dengan
diberi label baik, sedang dengan label cukup), atau rendah dengan label karang.
Rentang penilaian itu dapat dipersempit, dapat pula diperlebar. Misalnya rentang
baik-cukup-kurang dapat diperlebar menjadi baik
sekali-baik-cukup-kurang-kurang sekali. Penilaian itu dapat menggunakan
angka-angka mengacu pada ukuran kuantitatif dalam bentuk angka, dapat pula
menggunakan ukuran kualitatif dalam bentuk pernyataan verbal (Prayitno, 2009: 18).
5) Dimensi Keberagamaan
Kata kunci kandungan
dimensi keberagamaan adalah iman dan takwa. Dalam dimensi ini, terkandung pemahaman bahwa
setiap individu pada dasarnya memiliki kecenderungan dan kemampuan untuk
mempercayai adanya Sang Maha Pencipta dan Maha Kuasa serta mematuhi segenap
aturan dan perintah-Nya. Keimanan dan ketentraman ini, dibahas dalam agama yang
dianut oleh individu. Kitab suci agama serta Tafsīr yang mengiringinya rnemuat
kaidah-kaidah keimanan dan ketaqwaan tersebut. Kajian tentang agama-agama di
dunia menambah wawasan berkaitan dengan dipakai dan dipraktikkannya dimensi
keberagamaan di dalam kehidupan manusia (Prayitno,
2009: 18-19).
1.
Kedudukan Manusia sebagai Khalīfah dan ‘Abd
Manusia dibanding makhluk lain mempunyai kelebihan,
kemampuan untuk bergerak dalam segala ruang, baik darat, laut maupun udara.
Sedangkan binatang mampu bergerak diruang terbatas, ini semua karunia Allāh,
berupa akal dan hati nurani, sehingga manusia dapat memahami ilmu yang
diturunkan Allāh. Dengan ilmu itu, manusia mampu berbudaya. Allāh menciptakan
manusia dalam keadaan ciptaan sempurna. Mempunyai martabat mulia, jika mereka
tetap hidup dengan ilmu dan ajaran Allāh. Tapi jika manusia meninggalkan ajaran
Allāh, yaitu tidak beriman dan amal saleh (takwa), manusia pun tidak
bermartabat lagi (Wahyudin, 2009:44).
Ibadah manusia kepada Allāh lebih mencerminkan kebutuhan
manusia terhadap terwujudnya sebuah kehidupan dengan tatanan yang baik dan
benar. Oleh karena itu, ibadah harus dilakukan secara suka rela, karena Allāh
tidak membutuhkan sedikitpun dan manusia termasuk ritual-ritual ibadahnya.
melainkan seluruh makhluk termasuk manusia yang selalu membutuhkan rahmat dan
karunia Allāh (Wahyudin, 2009:46).
Esensi kata ’Abd adalah ketaatan dan ketundukan.
Ketaatan dan ketundukan yang terwujud dari sikap penghambaan diri, ini
merupakan konsekwensi dari manusia sebagai hamba Allāh. Maka,
manusia harus menghambakan dirinya hanya kepada Allāh dan dilarang menghambakan
diri kepada yang selain Allāh. Ada tanggung jawab yang dipikul manusia sebagai
hamba Allāh, yaitu memelihara iman dan takwa, karena ketaatan dan ketundukan
itu ada jika ada iman dalam hati. Iman baru dipelihara karena iman itu bersifat
fluktuatif, dan takwa juga harus dipelihara karena takwa merupakan aplikasi
dari iman (Wahyudin,
2009:47).
0 comments:
Post a Comment