Monday, March 28, 2016

DIMENSI MANUSIA

DIMENSI  MANUSIA




 Dimensi Kemanusiaan (Prayitno, 2009: 13-16).


Seseorang (individu manusia) yang sejak kelahirannya dibekali dengan hakekat manusia itu, untuk pengem­bangan diri dan kehidupan selanjutnya, ia dilengkapi dengan dimensi-­dimensi kemanusiaan. Dimensi-dirnensi itu, yaitu: (1) Dimensi kefitraḥan, (2) Dimensi keindividualan; (3) Dimensi kesosialan; (4) Dimensi kesusilaan dan (5) Dimensi keberagamaan (Prayitno, 2009: 13-15).
Secara grafis dirnensi-dimensi tersebut, dapat digambarkan de­ngan diagram berikut:
Kelima dimensi kernanusiaan saling terkait. Dimensi kefitraḥan menduduki posisi sentral yang mendasari keempat dimensi lainnya. Dimensi keindividualan, kesusilaan dan kesosialan saling terkait antara ketiganya, dan ketiganya, itu terkait dengan dimensi kefitraḥan dan keberagamaan. Sedangkan dimensi keberagamaan merupakan bingkai dan sekaligus wajah dari keseluruhan aktualisasi kehidupan individu dengan kelima dimensinya itu (Prayitno, 2009: 16).
Sesuai dengan tujuan penciptaan manusia, yaitu kehidupan dunia akhirat yang membahagiakan, isi kandungan kelima dimensi kemanusiaan secara hakiki mendukung kehidupan yang membahagiakan itu (Prayitno, 2009: 16). Kata kunci kandungan masing-masing dimensi kemanusiaan adalah sebagai berikut:

1) Dimensi Kefitraḥan

Kata kunci yang menjadi isi dimensi kefitraḥan adalah kebenaran dan keluhuran. Dengan dua kata kunci ini dapat dimaknai bahwa individu manusia itu pada dasarnya bersih diri mengarahkan kepada hal-hal yang benar dan luhur, serta menolak hal-hal yang salah, tidak berguna dan remeh, serta tidak terpuji. Kandungan dimensi kefitraḥan ini dapat dibandingkan dengan makna teori tabula rasa (John Locke) (Prayitno, 2009: 16).
Teori tabula rasa menyatakan bahwa individu ketika dilahirkan ibarat kertas bersih dan belum bertuliskan apapun. Dalam hal itu, menjadi juga ciri kefitraḥan individ. Indvidu dilahirkan dalam keadaan bersih sama halnya dengan teori tubularasa. Dengan kefitraḥannya itu, individu memang pada dasarnya, sejak dilahirkan dalam keadaan bersih. Namun, kondisi belum bertuliskan apapun sebagaimana dinyatakan dengan teori tabularasa, tidaklah menjadi ciri dimensi kefitraḥan yang dimaksudkan itu. Di dalam dimensi kefitraḥan telah tertuliskan kaidah-kaidah kebenaran dan keluhuran yang justru menjadi ciri kandungan utama dimensi ini. Jadi dengan demikian dimensi kefitraḥan tidak sama dengan tabula rasa menurut John Locke. (Prayitno, 2009: 17).

2)Dimensi Keindividualan   
Kata kunci yang terkandung di dalam dimensi keindividualan adalah potensi dan perbedaan. Di sini dimaksudkan bahwa setiap individu pada dasarnya memiliki potensi, baik potensi fisik maupun mental-psikologis, seperti kemampuan intelegensi, bakat dan kemampuan pribadi lainnya. Potensi ini dapat berbeda-beda antara individu. Ada individu yang berpotensi sangat tinggi, tinggi, sedang, kurang dan kurang sekali. Kenyataan keilmuan yang menampilkan isi dimensi keindividualan ini adalah apa yang sering digolongkan ke dafam kaidah-kaidah perbedaan individu (individual differences) dan penampilan statistik berupa kurva (baik kurva normal ataupun kurva tidak normal) (Prayitno, 2009: 17).
 3)  Dimensi Kesosialan
Kata kunci kandungan dimensi kesosialan adalah komunikasi dan kebersamaan dengan bahasa verbal maupun non-verbal, lisan maupun tulisan. Individu menjalin komunikasi atau hubungan dengan individu lain. Di samping itu, individu juga menggalang kebersamaan dengan individu lain dalam berbagai bentuk, seperti persahabatan, keluarga, kumpulan dan organisasi (non formal dan formal). Ilmu-ilmu seperti Sosiologi, Psikologi Sosial, Politik, Teknologi Komunikasi, Manajemen mendasarkan kajiannya pada kemampuan manusia dalam berkomunikasi dan menggalang kebersamaan (Prayitno, 2009: 17-18).
4) Dimensi Kesusilaan
Kata kunci kandungan dimensi kesusilaan adalah nilai dan moral. Dalam dimensi ini, kemampuan dasar setiap individu untuk memberikan harga atau penghargaan terhadap sesuatu, dalam rentang penilaian tertentu. Sesuatu dapat dinilai sangat tingginya dengan diberi label baik, sedang dengan label cukup), atau rendah dengan label karang. Rentang penilaian itu dapat dipersempit, dapat pula diperlebar. Misalnya rentang baik-cukup-kurang dapat diperlebar menjadi baik sekali-baik-cukup-kurang-kurang sekali. Penilaian itu dapat menggunakan angka-angka mengacu pada ukuran kuantitatif dalam bentuk angka, dapat pula menggunakan ukuran kualitatif dalam bentuk pernyataan verbal (Prayitno, 2009: 18).
5) Dimensi Keberagamaan
Kata kunci kandungan dimensi keberagamaan adalah iman dan takwa. Dalam dimensi ini, terkandung pemahaman bahwa setiap individu pada dasarnya memiliki kecenderungan dan kemampuan untuk mempercayai adanya Sang Maha Pencipta dan Maha Kuasa serta mematuhi segenap aturan dan perintah-Nya. Keimanan dan  ketentraman ini, dibahas dalam agama yang dianut oleh individu. Kitab suci agama serta Tafsīr yang mengiringinya rnemuat kaidah-kaidah keimanan dan ketaqwaan tersebut. Kajian tentang agama-agama di dunia menambah wawasan berkaitan dengan dipakai dan dipraktikkannya dimensi keberagamaan di dalam kehidupan manusia (Prayitno, 2009: 18-19).

1.        Kedudukan Manusia sebagai Khalīfah dan Abd


Manusia dibanding makhluk lain mempunyai kelebihan, kemampuan untuk bergerak dalam segala ruang, baik darat, laut maupun udara. Sedangkan binatang mampu bergerak diruang terbatas, ini semua karunia Allāh, berupa akal dan hati nurani, sehingga manusia dapat memahami ilmu yang diturunkan Allāh. Dengan ilmu itu, manusia mampu berbudaya. Allāh menciptakan manusia dalam keadaan ciptaan sempurna. Mempunyai martabat mulia, jika mereka tetap hidup dengan ilmu dan ajaran Allāh. Tapi jika manusia meninggalkan ajaran Allāh, yaitu tidak beriman dan amal saleh (takwa), manusia pun tidak bermartabat lagi (Wahyudin, 2009:44).
Ibadah manusia kepada Allāh lebih mencerminkan kebutuhan manusia terhadap terwujudnya sebuah kehidupan dengan tatanan yang baik dan benar. Oleh karena itu, ibadah harus dilakukan secara suka rela, karena Allāh tidak membutuhkan sedikitpun dan manusia termasuk ritual-ritual ibadahnya. melainkan seluruh makhluk termasuk manusia yang selalu membutuhkan rahmat dan karunia Allāh (Wahyudin, 2009:46).

Esensi kata ’Abd adalah ketaatan dan ketundukan. Ketaatan dan ketundukan yang terwujud dari sikap penghambaan diri, ini merupakan konsekwensi dari manusia sebagai hamba Allāh. Maka, manusia harus menghambakan dirinya hanya kepada Allāh dan dilarang menghambakan diri kepada yang selain Allāh. Ada tanggung jawab yang dipikul manusia sebagai hamba Allāh, yaitu memelihara iman dan takwa, karena ketaatan dan ketundukan itu ada jika ada iman dalam hati. Iman baru dipelihara karena iman itu bersifat fluktuatif, dan takwa juga harus dipelihara karena takwa merupakan aplikasi dari iman (Wahyudin, 2009:47).

0 comments:

Post a Comment