HAKEKAT MANUSIA
Hakekat berasal dari kata
bahasa Arab al-ḥaqīqāt yang berarti kebenaran. Hakekat manusia mengacu
kepada kecenderungan tertentu memahami manusia. Hakekat mengandung makna
sesuatu yang tetap, tidak berubah-rubah, yaitu identitas esensial yang
menyebabkan sesuatu menjadi dirinya sendiri dan membedakannya dari yang
lainnya (Nasution, 1988: 490).
Hakekat manusia pada
dasarnya membicarakan pokok soal yang bersifat radikal, yaitu berusaha
menemukan akar pengertian tentang manusia yang mungkin saja, melewati
batas-batas pengertian yang hanya menekankan pada salah satu aspek
kehidupannya, seperti yang terdapat dalam kajian berbagai disiplin ilmu,
umpamanya antropology, sosiologi dan psikologi. Hakekat manusia adalah sesuatu
yang amat vital yang menentukan kehidupannya ditengah kancah perubahan
masyarakat. Al-Qur`ān menegaskan bahwa yang dilihat pada manusia tidak
lain, hanyalah amal perbuatannya atau
pekerjaannya. Firman Allāh SWT menegaskan:
Artinya:
“Dan
Katakanlah: "Bekerjalah kamu, Maka Allāh dan rasul-Nya serta orang-orang
mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allāh)
yang mengetahuxi akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada
kamu apa yang Telah kamu kerjakan” (Q.S. At-Taūbah [9]:105).
Ayat di atas, secara tegas
menegaskan bahwa apa yang dikerjakan manusia adalah yang menentukan
eksistensinya, baik dihadapan Tuhan, Rosul-Nya, maupun bagi orang-orang yang
beriman. Pekerjaan atau tindakan manusia merupakan perwujudan sepenuhnya dari
dirinya mewakili citra dirinya dan menjadi ukuran untuk menilai dirinya.
Selanjutnya Allāh SWT berfirman :
Artinya:
“(39) Katakanlah: "Hai kaumku, Bekerjalah sesuai
dengan keadaanmu, Sesungguhnya Aku akan bekerja (pula), Maka kelak kamu akan
mengetahui; (40) Siapa yang akan mendapat siksa yang menghinakannya dan lagi
ditimpa oleh azab yang kekal". (Q.S. Al-Zumar [39] :39-40)
Pandangan yang lebih
menyeluruh seharusnya merupakan hasil pemikiran yang tidak hanya berkisar pada
kajian tentang manusia dalarn kaitannya dengan diri sendiri dan lingkungan
dunia yang masih terbatas, melainkan
menjangkau hakekat manusia secara menyeluruh dan utuh. Pandangan yang menyeluruh dan utuh ini hendaknya
mampu menjelaskan secara penuh harkat
dan martabat manusia (Prayitni, 2009:13).
Dari
dokumen yang pernah dikumpulkan manusia yang mencerminkan kebutuhan-kebutuhan, kemampuan berpikir dan merasanya,
kehidupan dan budayanya, kemampuan untuk rnerambah dan menguasai lingkungannya serta menjangkau daerah-daerah
yang semakin luas, serta kemampuan
spiritual sampai keimanan dan ketakwaannya kepada Tuhan Yang Maha Esa, dapat
ditarik kesimpulan tentang hakekat manusia yang di dalamnya terkandung harkat
dan martabat manusia, yaitu:
1)
makhluk yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
2)
makhluk yang paling indah
dan sempurna dalam penciptaan dan pencitraannya
3)
makhluk yang paling tinggi
derajatnya
4)
Khalīfah di muka bumi
5)
pemilik hak-hak asasi
manusia(Prayitno, 2009: 14).
Hakekat manusia adalah
amalnya, karya, dan dalam karya terjelma nilai-nilai kemanusiaannya. Manusia
menampakan dirinya secara nyata dalam karya dalam wujud kebudayaan. Kebudayaan
sebagai penjelmaan kesatuasn eksistensi diri manusia sebagai hamba Allāh adalah
karya nyata dari manusia sebagai wakil Tuhan di muka bumi dalam karyanya,
totalitas diri (Jasad, ḥayat dan Rūḥ). Manusia meyatu secara nyata dan dinamis
melalui karyanya kualitas kemanusiaan akan dilihat oleh Allāh dan Utusannya
serta orang-orang yang beriman hanya melalui melalui karyanya yang baik, diri
manusia akan dapat menemui Tuhannya
(Asy’arī, 1992:91).
0 comments:
Post a Comment